Pages

Categories

Archives

Nexian

Posted in: Kasus KM by dennysomad on January 15, 2011

Selama sekitar 4 tahun keberadaan Nexian di Indonesia, produsen ponsel ini berhasil menjual lebih dari 3 juta unit telepon seluler di pasar domestic ditengah-tengah ketatnya persaingan penjualan ponsel di tanah air. Salah satu prestasi yang dicatat saat itu adalah penjualan 100.000 unit dalam jangka waktu enam bulan pertama. Tentu saja hal ini merupakan sesuatu yang luar biasa untuk produk pendatang terbaru ditengah ketatnya persaingan.

Beberapa cara yang ditempuh oleh Nexian untuk memperkuat brandnya sebagai produk local adalah dengan melakukan bundling atau penjualan satu paket dengan layanan operator telekomunikasi yang ada. Misalnya pada tahun 2006, Nexian melakukan bundling dengan Esia yang merupakan layanan telekomunikasi dari PT Bakrie Telecom Tbk. Dan Pesatnya angka penjualan membuat Nexian mendapatkan sejumlah penghargaan. Melalui cara bundling Nexian bisa meraih pasar sebesar yang dimiliki operator telekomunikasi yang bersangkutan, bahkan 80% penjualan berasal dari program bundling dan sisanya diperoleh dari penjualan melalui dealer. Seperti halnya brand Esia yang merepresentasikan sebagai penyedia layanan telekomunikasi murah, Nexian juga memperoleh pencitraan tersebut, disamping juga menawarkan produk yang berkualitas.

Pada saat memilih XL sebagai operator yang digandeng dalam bundling, lebih dari 800 unit ponsel terjual pada hari pertama penawaran. Hal ini karena besarnya minat masyarakat terhadap ponsel tersebut karena terdapat feature Facebook, chating, dan Internet. Nexian menawarkan feature Facebook dalam ponsel dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan ponsel merek Blackberry. Selain dengan bundling, produk yang inovatif juga menjadi salah satu andalan. Selama ini, Nexian bermain di kelas entry level dengan harga di bawah Rp 300 ribu. Sejauh ini 90% produk ponsel ini ada di segmen harga tersebut.

Akan tetapi gencarnya serbuan merek lokal buatan China membuat pembeli meragukan layanan purna jual produk tersebut. Pasalnya dalam beberapa kasus, pembeli justru menyesal membeli produk China karena kesulitan memperbaiki setelah terjadi kerusakan ringan. Hal tersebut sangat disadari oleh Nexian, dan karena itulah, produsen ini menyediakan layanan perbaikan bagi ponsel yang diproduksinya untuk meningkatkan kepercayaan pengguna ponsel ini.

Sumber: http://aergot.wordpress.com/2009/05/27/giant-leap-nexian
Tags:

PT. Dirgantara Indonesia

Posted in: Kasus KM by dennysomad on January 15, 2011

PT. Dirgantara Indonesia (DI) atau dalam bahasa inggris Indonesian Aerospace Inc. adalah industri pesawat terbang satu-satunya di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara yang didirikan pada tanggal 26 April 1976 dengan nama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan BJ Habibie sebagai Presiden Direktur.

Tidak hanya memproduksi pesawat terbang, PT. DI juga memproduksi senjata, helikopter, menyediakan jasa pemeliharaan mesin-mesin pesawat dan jasa pelatihan. Karena Indonesia sempat dilanda krisis ekonomi, banyak karyawannya yang diberhentikan, yang dari semula 16.000 karyawan menjadi hanya 4.000 karyawan. Sempat menunjukkan kebangkitan pada tahun 2000, tetapi karena dinilai tidak dapat membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun serta jaminan hari tua kepada mantan karyawannya, DI dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 September 2007. Namun keputusan tersebut dibatalkan pada 24 Oktober 2007.

Pada saat kawasan Asia diyakini merupakan potensi pasar produk kedirgantaraan dan sistem pertahanan, PT. DI berpacu untuk menata bisnisnya kembali, dengan berfokus kepada bisnis inti (Core) yaitu pesawat terbang yang meliputi lini usaha: CN-235, N250, NC-212, dan helikopter. Sedangkan bisnis non-core yang meliputi: Manufacturing Services, Interior, Component Manufacturing, dll.

DI merencanakan 3 target perbaikan yaitu:

–         Program Restrukturisasi Bisnis: yang bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi perusahaan. Dari upaya restrukturisasi ini, PT. DI terus mengembangkan dan mempertahankan lini CN-235, kelompok Aircraft Services, dan kelompok Manufacturing Services.

–         Peningkatan Kinerja Pemasaran: menargetkan untuk peningkatan delivery pesawat terbang CN-235 dari rata-rata tiga unit menjadi enam unit pertahun mulai tahun 2006.

–         Program Efisiensi Biaya: yang difokuskan pada 3 hal: penurunan lead time, efisiensi SDM, dan evaluasi struktur biaya terutama biaya beban usaha.

Dari target perbaikan tersebut, hasil simulasi menunjukkan kinerja keuangan perusahaan mengalami perbaikan. Proyeksi penjualan periode 2002-2010 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Setelah melalui fase survival (2000-2003) dimana perusahaan berada pada tingkat yang kurang sehat, hingga akhirnya antara tahun 2004-2010 perusahaan mampu menghasilkan laba usaha rata-rata 9,3% dari penjualan.

Sumber: http://www.indonesian-aerospace.com/book/c3.htm

Tags:

Bogasari

Posted in: Kasus KM by dennysomad on January 15, 2011

Bogasari adalah perusahaan penghasil tepung terigu pertama di Indonesia. Berdiri pada tahun 1971 dan pada waktu itu hanya menerima order menggiling gandum yang diimpor oleh Bulog. Anthony Salim adalah Direktur Utama PT. Indofood Sukses Makmur yang merupakan induk Bogasari melihat bahwa pada saat itu Bogasari memiliki kelemahan.  Produktivitas pekerja di Bogasari hanya setengah produktivitas pekerja di pabrik pengolahan biji gandum di negara lain dan mesin-mesin di Bogasari sudah termasuk uzur, maka Anthony terus melakukan pembenahan. Pada tahun 1998 hak Bulog memasok gandum untuk Bogasari dihentikan. Bulog tidak lagi menjamin pasokan sejumlah kebutuhan pokok rakyat termasuk terigu. Akibatnya Bogasari harus bergerak cepat mencari pemasok dan jaringan distributor terigu. Pada saat itu karyawan Bogasari tidak mengenal segmentasi marketing. Anthony pun merekrut anak-anak muda yang potensial untuk memimpin bisnis di Bogasari. Dan akhirnya, Bogasari mampu berubah secara cepat.

Anthony merekrut Franky Welierang sebagai Wakil Dirut Indofood. Franky merekrut Philip Purnama, lulusan Harvard University. Franky dan Philip adalah ujung tombak Bogasari pada saat itu. Franky menjalankan fungsi kepedulian sosial perusahaan dan lobi, seperti melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat atau ulama, menggandeng para pengusaha mi, pengusaha roti, dan tukang bakso. Jaringan pengusaha kecil dan menengah inilah yang menjadi cikal bakal jaringan distribusi Bogasari setelah tidak lagi menjalin kemitraan dengan Bulog. Franky juga berhasil membawa Bogasari lolos dari jeratan kasus dugaan monopoli dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sedangkan Philip melakukan fungsi marketing dan logistik. Ia bernegosiasi dengan pemasok gandum dari luar negeri dan memberikan hasil yang luar biasa untuk Bogasari.

Bogasari menerapkan strategi yang unik, dimana ketika menjual produknya Bogasari tidak mempromosikan terigu melainkan mempromosikan produk akhir dari terigu seperti roti atau mi. Produk-produk akhir itu di buat oleh pengusaha kecil dan menengah (UKM). Jadi produk makanan itu semakin dikenal oleh masyarakat dan pengusaha kecil dan menengah semakin tumbuh serta produk Bogasari semakin laris.

Bogasari menyisihkan anggaran 10-15% dari penjualan pertahun untuk biaya riset. Risetnya bisa berupa produk, inovasi marketing, ataupun proses. Maka terbentuklah Bogasari Baking Centre (BBC) yang bertujuan membantu memberikan inovasi dalam pembuatan roti untuk usaha kecil dan menengah. Konsep BBC ternyata berhasil dan dari sana muncul sekitar sepuluh ribu pebisnis makanan baru berbasis terigu. Mereka semua mengandalkan produk Bogasari.

Sumber: ww.majalahtrust.com/fokus/fokus/1426.php–bogasari

Tags:

PT. Adam Skyconnection Airlines

Posted in: Kasus KM by dennysomad on January 15, 2011

PT. Adam SkyConnection Airlines atau yang biasa dikenal dengan Adam Air berdiri pada 21 November 2002. Adam Air hadir sebagai low-cost carrier dan memberikan layanan on-board yang cukup baik dengan harga tiket yang kompetitif dan Adam Air pernah menerima penghargaan Award of Merit untuk kategori Low Cost Airline. Hingga tahun 2007 Adam Air memiliki 24 pesawat dan melayani 30 rute domestic dan dua rute internasional. Namun masalah didalam manajemen Adam Air pada akhirnya menjadi factor yang menentukan buruknya pelayanan.

Penutupan maskapai penerbangan Adam Air memberikan kesimpulan sesungguhnya kualitas penerbangan dinegeri ini cukup memprihatinkan. Perang harga antar maskapai penerbangan menimbulkan tanda tanya apakah perawatan pesawat menjadi hal yang nomor satu. Pesawat Adam Air sendiri rata-rata berumur 18 tahun kecuali sebuah pesawat yang berusia kurang dari 10 tahun yang khusus melayani rute Singapura. Dalam suatu penerbangan, resiko sebenarnya terkait person, behavior, dan environment. Memang faktor usia pesawat menjadi salah satu resiko kecelakaan, tetapi bukan berarti umur pesawat yang paling menentukan. Ambil saja salah satu contoh, American Airlines menggunakan pesawat DC-9 yang berusia lebih dari 20 tahun tetapi masih dapat beroperasi dengan baik karena perawatan yang baik pula, bahkan NASA masih memiliki pesawat yang berusia 25 tahun namun masih beroperasi.

Faktor behavior justru sering diabaikan. Mayoritas aircraft di Indonesia yang cukup tua memang memiliki biaya kepemilikan rendah tetapi membutuhkan biaya yang tinggi dalam perawatan pesawat. Jika operator tidak mematuhi peraturan yang diharuskan dalam segi perawatan pesawat, maka faktor umur +  bad behavior menjadi penyebab terbesar kecelakaan pesawat. Di Amerika, pesawat yang baru dibeli diberlakukan aditional maintenance/inspection selama 30 hari dan dalam satu kali inspeksi setidaknya bisa mencapai 200 maintenance/repair items yang jelas membutuhkan banyak biaya. Apakah operator pesawat di Indonesia mampu membayar biaya tersebut? Dan apakah aditional maintenance/inspection dilakukan? Fokus pada tiket murah yang ditawarkan berujung pada kegagalan finansial yang secara langsung mempengaruhi kinerjanya.

Adam Air juga memiliki masalah dengan Flight Operation Officer (FOO). FOO menganggap lingkungan kerja yang sudah tidak kondusif serta konflik yang sering terjadi dengan manajemen dan masalah ini membuat operasional mereka terganggu. Kemudian 46 FOO melakukan pemogokan, dan 33 diantaranya dipecat. Kekosongan ini kemudian membuat Adam Air mendatangkan FOO dari luar bahkan FOO yang tidak memiliki lisensi. Mereka tidak memiliki pengetahuan soal Aturan Keselamatan Penerbangan Sipil (Civil Aviation Safety Regulation/CASR), kebutuhan bahan bakar, dan sebagainya. Adam Air langsung mempekerjakan mereka dan FOO tersebut disupervisi oleh seorang ramp manager yang tidak memiliki lisensi. Akibatnya FOO dan ramp manager tidak bisa mengatasi masalah yang muncul sebelum penerbangan dilakukan.

Sumber:

http://nofieiman.com/2007/01/belajar-dari-jatuhnya-adam-air-di-sulawesi/

http://ahmadi74.wordpress.com/2010/09/30/belajar-dari-kasus-adam-air/

Tags:

Ajinomoto Indonesia

Posted in: Kasus KM by dennysomad on January 15, 2011

Ajinomoto Co., Inc. adalah perusahaan Jepang yang memproduksi bumbu masak, minyak masak, makanan, dan farmasi melalui Britania Pharmaceuticals Limited, anak perusahaan yang bermarkas di United Kingdom (UK). Perusahaan ini memproduksi 33% Monosodium glutamate (MSG) dunia dan aktif di 23 negara.

Pada 16 November 2000 POM MUI menyatakan bahwa produk Ajinomoto mengandung enzim babi dan masyarakat diminta tidak mengkonsumsi bumbu masak Ajinomoto yang diproduksi pada periode 13 Oktober hingga 16 November 2000. Sebelumnya pada bulan Juni 2000 sertifikasi halal dari MUI berakhir dan tidak diperpanjang oleh Ajinomoto. Penemuan MUI ini lalu ditindaklanjuti dengan pertemuan antara jajaran Deperindag, Depag, MUI, GPMI (Pengusaha Makanan dan Minuman), Dirjen POM, dan YLKI yang menghasilkan keputusan bahwa PT. Ajinomoto Indonesia harus menarik seluruh produknya didalam negeri termasuk produk lain yang tidak bermasalah dalam jangka waktu 3 minggu terhitung dari 3 Januari 2001.

Akibat pada Organisasi:

  • · Karena penarikan produk secara massal dan mengganti kerugian distributor. Ajinomoto menderita kerugian 55 miliar rupiah karena harus mengeluarkan biaya sebagai usaha proaktif mendatangi pedagang dan pengecer untuk menarik produknya yang diperkirakan mencapai 3500 ton dan menggantinya sesuai dengan harga pasar. Bahkan Singapura sebagai negara pengimport bumbu masak Ajinomoto dari Indonesia menarik produk ini dari pertokoan negeri tersebut.
  • · Saat tersiar kabar ini, saham Ajinomoto turun sebesar 30 poin di bursa
  • · Penyegelan gudang Ajinomoto, penutupan pabrik sementara, dan meliburkan 4.500 karyawannya hingga waktu yang ditentukan
  • · Enam petinggi PT. Ajinomoto Indonesia diperiksa oleh Polda Jatim

Dalam siaran pers yang dipublikasikan, Ajinomoto mengakui bahwa mereka

menggunakan bactosoytone yang diekstraksi dari daging babi untuk menggantikan polypeptone yang biasa diekstraksi dari daging sapi karena lebih ekonomis. Ekstraksi ini hanya medium dan tidak berhubungan dengan produk akhir. Sehingga tidak benar bahwa produk akhir MSG Ajinomoto mengandung enzim babi yang dikenal sebagai “porcine” (bakteri dari pankreas babi). Namun untuk menghilangkan keresahan masyarakat dalam mengkonsumsi produk Ajinomoto maka pihaknya menarik secara serentak di seluruh Indonesia dan meminta maaf akan kejadian ini. Ajinomoto kemudian kembali menjalankan produksinya menggunakan bahan mameno sesuai peraturan Ditjen POM. Mameno sendiri merupakan resep lama, sedangkan produk Ajinomoto yang dipermasalahkan MUI mengandung lemak babi merupakan resep baru.

Ketua MUI Haji Drs. H. Amidhan berpendapat bahwa fatwa MUI haram perlu untuk melindungi konsumen. Meskipun ia mengakui bahwa produk akhir Ajinomoto tidak mengandung unsur “porcine”, namun karena proses pembuatannya tetap memanfaatkan enzim tersebut maka produksi itu tetap dinyatakan haram. Fatwa haram yang dikeluarkan MUI dipublikasikan beberapa waktu setelah Ajinomoto tidak melanjutkan sertifikasi halal dari MUI.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Ajinomoto

Tags: